December 25, 2009

Kronologi Penangkapan Baridin di Garut (Video)


Tim Densus 88 antiteror menangkap mertua Noordin M. Top, Baridin alias Bahrudin Latif di Garut, Jawa Tengah tanpa perlawanan. Dan berikut kronologis penangkapan Baridin :

Pelarian buron polisi Baharudin Latif alias Baridin, mertua gembong teroris Noordin M. Top yang tewas ditembak Densus 88 di Mojosongo, Solo (17/9), berakhir kemarin. Anggota Densus 88 Mabes Polri berhasil membekuk Baridin di sebuah perkebunan kelapa di Kampung Banyuasih, Desa Pamalayan, Cikelet, Garut, Jawa Barat. Lokasi tersebut tidak jauh dari stasiun peluncuran roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Baridin (54 tahun) berhasil ditangkap anggota Densus 88 di sebuah gubuk dari bilik bambu berukuran 1,5 x 2,5 meter di tengah perkebunan kelapa, sekitar pukul 04.00 Kamis (24/12). ''Dijemput tanpa perlawanan,'' ujar Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen Tito Karnavian kemarin.



Sejak awal Desember, seluruh anggota Densus 88 memang menajamkan mata. Tiga hari menjelang perayaan Natal, personel korps burung hantu itu dilaporkan aktif di lapangan (Jawa Pos 24/12).

Bersama Baridin, ikut ditahan putra ketiganya, Ata Sabik Alim, 23. Ata adalah adik Ariani Rahmah, istri ketiga Noordin. ''Sekarang masih dikembangkan,'' kata Tito saat ditanya apakah ada jaringan lain yang melindungi Baridin.

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi menjelaskan, penangkapan Baridin merupakan hasil penyelidikan Densus 88 sejak lama. ''Dari penangkapan ini, semoga ada informasi lain yang berguna untuk penanggulangan teror,'' ungkap alumnus Akpol 1977 itu.

Dia menjelaskan, Baridin akan ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua, Jakarta. ''Tapi, sekarang masih bersama anak-anak di lapangan,'' ujar mantan Kapolwiltabes Surabaya tersebut.

Baridin menghilang sejak Juni 2009. Densus 88 awalnya mendapat informasi tentang seorang pria misterius yang belakangan diketahui sebagai Noordin M. Top dari seorang pria, Syaifuddin Zuhri, yang ditangkap di Desa Binangun, Cilacap. Syaifuddin itu berbeda dari Syaifudin Zuhri bin Djaelani Irsyad dari Kuningan yang tewas tertembak di Ciputat, Tangerang, Oktober 2009.

Syaifudin Zuhri yang ditangkap Juni itu menunjuk Pondok Pesantren Al Muadib yang juga rumah Baridin. Densus sempat menggerebek rumah itu, tapi dia lolos. Di Garut, Baridin menyamar sebagai penjual air gula aren (lahang: bahasa Sunda, legen: bahasa Jawa).

Sementara itu, anaknya tidak menetap di lokasi persembunyian, melainkan datang dan pergi. Terkadang seminggu menetap, lalu pergi menghilang, tapi datang lagi. ''Saat dijemput, tidak ada senjata api. Hanya parang dan badik,'' kata sumber Jawa Pos.

Di sekitar tempat penggerebekan Baridin, ada empat gubuk yang digunakan sebagai tempat tinggal para pembuat gula kelapa yang kebanyakan datang dari Jawa Tengah dan Pangandaran. ''Saat penggerebekan, tidak terdengar suara gaduh,'' jelas Samino, 37, warga Pangandaran yang juga hampir setahun tinggal di perkebunan kelapa tersebut.

Saat itu, Samino mengaku sedang tertidur karena lelah bekerja seharian. Dari gubuknya yang paling dekat dengan gubuk Baridin, berjarak sekitar 20 meter, dia sempat mendengar suara langkah kaki bersepatu. Namun, dia malas bangun dari tempat tidur karena menganggap suara langkah kaki itu adalah para pemburu burung yang biasa mencari burung di areal perkebunan tersebut.

Suara langkah kaki tersebut, menurut Samino, terdengar cukup lama. Dia memperkirakan ada lebih dari 10 orang. Hingga paginya, sekitar pukul 06.00, dia tidak mendapatkan Baridin di gubuknya. ''Saya baru tahu Baridin ditangkap setelah ada polisi dan warga yang datang ke gubuk Baridin,'' ungkapnya.

Selama berada di Kampung Banyuasih, menurut Samino, Baridin menggunakan nama samaran Usmani dengan panggilan Usman, termasuk mengaku berasal dari Sleman, Jogjakarta. Samino pun percaya pada semua cerita Baridin terkait asal-usulnya.

''Sebab, bicaranya juga memang kental dengan logat Jawa. Saya tidak pernah menonton televisi karena di sini tidak ada televisi. Jadi, saya tidak mengenali wajahnya dengan baik,'' ujarnya.

Kebanyakan warga juga tidak menyangka Baridin alias Usmani tersebut adalah teroris buron polisi. Namun, menurut Firoh, 55, orang yang bersedia menjadikan rumahnya sebagai tempat tinggal Baridin saat kali pertama buron Densus 88 itu menginjakkan kaki di Kampung Banyuasih, menyatakan sempat diingatkan warga bahwa Baridin mirip dengan salah satu foto teroris yang ditayangkan televisi.

Namun, karena saat itu melihat Baridin berperilaku baik, rajin mengaji dan salat di masjid, kecurigaan tersebut hilang. Apalagi, lanjut dia, tidak ada bukti yang kuat untuk menuduh Baridin sebagai anggota teroris saat itu.

''Saya sempat diingatkan beberapa warga bahwa Usman mirip foto anggota teroris. Tapi, saya tidak tahu cara membuktikannya, makanya dibiarkan saja. Lagi pula, orangnya baik dan rajin salat. Anak saya setiap malam belajar mengaji kepada dia,'' jelas Firoh.

Sebelum tinggal di rumah Firoh, Baridin sempat menginap semalam di rumah Tatang, seorang nelayan. Bahkan, Tatang sempat mengajak Baridin melaut mencari ikan. Saat itu, Baridin mengalami mabuk laut berat, sehingga profesi baru yang dijajaki tersebut dihentikan. Baridin akhirnya memilih menjadi buruh tani di kebun semangka setelah diajak warga sekitar hingga akhirnya menjadi pembuat gula dan tinggal di rumah Firoh sekitar 50 hari.

Kemudian, Agus, suami Firoh, membuatkan gubuk untuk Baridin sebagai tempat tinggal sekaligus tempat memproduksi gula. Menurut Firoh, kali pertama datang ke Kampung Banyuasih, Baridin tampak rajin salat berjamaah di masjid. Karena sering ke masjid, Agus kemudian mengajak Baridin tinggal di rumah.

Kala itu, Baridin mengaku meninggalkan rumah karena ada permasalahan pembagian warisan di rumahnya. Sebulan kemudian, datang seorang pemuda yang menurut pengakuan Baridin adalah anaknya yang akhirnya ikut tinggal di tempat Firoh.

''Saya masih ingat Baridin mulai tinggal di rumah saya pada 4 Juli 2009. Selama 50 hari kemudian dibuatkan saung (gubuk) oleh suami saya di samping rumah sebagai tempat tinggal Baridin dan tempat membuat gula," jelasnya.

Baridin dikenal sebagai orang yang tertutup. Menurut Yani, 35, pemilik warung tempat Baridin biasa berbelanja, jika diajak berbicara masalah politik, biasanya Baridin menghindar dan pergi. Padahal, sebenarnya dia dikenal pandai mengaji. Demikian pula anaknya yang katanya lulusan sebuah pesantren.

Setelah penggerebekan, Baridin sempat ditahan di stasiun peluncuran roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang hanya berjarak kurang dari 500 meter dari gubuk Baridin, tepatnya di belakang kompleks peluncuran roket tersebut. Setelah itu, kabarnya, Baridin langsung dibawa ke Jakarta dengan pengawalan ketat anggota Densus 88.

Hingga tadi malam, Baridin dan Ata masih berada di suatu tempat yang dirahasiakan polisi. ''Kami mendapat informasi nama-nama baru,'' kata sumber Jawa Pos.

Orang-orang itu kini diincar Densus 88 Mabes Polri secara berpencar. Baridin, kata perwira tersebut, sangat kooperatif. ''Validasi soal informasi baru itu sekarang sedang dilakukan teman-teman. Termasuk, mewaspadai adanya kemungkinan plot serangan yang direncanakan,'' tegasnya.

Memang, dari interogasi sementara, Baridin mengaku tak punya rencana untuk membalas dendam atas kematian Noordin. ''Dia justru ingin dipertemukan dengan cucunya. Tapi, kita tidak boleh lengah oleh pengakuan,'' katanya.

Pasal yang akan disangkakan kepada Baridin adalah menyembunyikan tersangka pelaku terorisme dan kepemilikan bahan peledak di Cilacap, Jawa Tengah.

source : www.jawapos.co.id

Video Densus 88 tangkap mertua Noordin tanpa perlawanan :

Related posts :


1 comments:

Magnetic Therapy on 25/12/09 10:58 said...

semoga tidak ada nurdin yang lain mengganggu keamanan indonesia


Post a Comment

Hi.. thanks for visiting my blog. You can leave your comment here. :)

 

Recent Comments

Followers